Jumat, 18 November 2011

Anak Lebih Cerdas di Lingkungan Hijau


E-mail Print option in slimbox / lytebox? (info) PDF
Ilustrasi : http://www.bzoskielawncare.com/images/child_grass_sm.jpg
Dampak psikologis anak terutama kecerdasan dan emosinya ternyata lebih baik disaat mereka sering berinteraksi dengan lingkungan hijau. Di ruang terbuka hijau itu, si anak bermain memenuhi kebutuhan mengembangkan diri dan kepribadiannya.
“Secara  psychology of color saja, warna hijau membuat perasaan lebih senang, tenang, mudah meredam emosi yang buruk,” ujar Yati Utoyo Lubis, seorang pengusung konsep green psychologist.
Intinya adalah bagaimana si anak bermain di ruang terbuka hijau. Ketika anak sudah mulai belajar berjalan, tidak ada salahnya mengajak bermain di halaman. Biarkan anak itu merasakan rumput hijau di kakinya. Atau sesekali membiarkannya bermain di lumpur, agar merasakan dinginnya lumpur.
“Banyak orang tua kuatir bila anaknya bermain di halaman menjadi kotor. Padahal hal tersebut  perlu untuk menjaga imunitasnya. Hal itu sekaligus mengenalkan anak pada lingkungan hijau,” tuturnya. Ia menghimbau orang tua tidak mengkuatirkan kondisi tersebut. Justru dengan anak bermain di halaman, orang tua bisa mengajarkan anak cuci tangan setelah beraktivitas, dalam hal ini bermain.
Lalu, bagaimana dengan situasi kawasan atau rumah yang minim ruang terbuka hijau? Yati tidak mau menyimpulkan ada dampak negatif bagi si anak bila tidak bermain di lingkungan hijau. Tapi memang menurutnya, tempat yang sesak dan sempit itu tidak bagus untuk perkembangan anak, terutama emosinya.
“Kawasan padat penduduk dan tempat bermain yang kecil, membuat emosi dan kecerdasan anak seakan terkungkung dalam lingkungan sempit tersebut. Hal berbeda tampak terlihat pada anak-anak yang punya ruang cukup luas beraktivitas dan bermain di ruang terbuka hijau. Anak-anak dari kawasan padat itu butuh tempat luas, hijau dan menyenangkan,“ paparnya.
Sempitnya ruang hijau di sekitar anak-anak itu seharusnya bisa memberi inisiatif orang tua tetap menghadirkan nuansa hijau pada anak. Caranya beragam, bisa dengan membawa anak bermain ke tempat menyenangkan seperti taman hijau yang ada rumput dan pepohonan.
Atau kalau memang tidak ada ruang terbuka hijau di sekitar rumah, orang tua bisa menghadirkannya itu di rumah. Yati menuturkan orang tua bisa membuat taman hijau, pohon-pohon gantung, dan sebagainya. Ia mengharapkan keterbatasan lahan tidak menutup harapan anak memperoleh ruang hijau yang menyenangkan baginya.
“Sebenarnya green psychology itu berusaha menyadarkan bahwa perbuatan manusia akan berdampak pada lingkungannya. Dan juga kebalikannya, perubahan pada lingkungan akan berpengaruh pada manusianya,” imbuhnya.
Sehingga dengan tetap menghadirkan unsur hijau dalam permainan meskipun kecil, itu bisa mengajarkan si anak pada dampak perbuatannya pada lingkungan, dan dampak lingkungan pada dirinya. Bila itu sudah tertanam dengan baik, maka kecintaan anak pada lingkungan akan memicu emosi dan kecerdasannya lebih baik.
Selain itu, ada pula perilaku-perilaku yang harus dicontohkan kepada anak. Misalnya, kalau mencari hiburan, jangan melulu ke mal, tapi pergilah ke tempat lainnya yang memberi pelajaran tentang lingkungan, seperti taman hijau, pantai, dan pegunungan.
“Saya senang sekali Pemerintah Daerah DKI menghidupkan kembali taman-taman di kelurahan,” tuturnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More