 Ilustrasi : http://www.bzoskielawncare.com/images/child_grass_sm.jpg
Ilustrasi : http://www.bzoskielawncare.com/images/child_grass_sm.jpg“Secara   psychology of color saja, warna hijau membuat perasaan lebih senang,  tenang, mudah meredam emosi yang buruk,” ujar Yati Utoyo Lubis, seorang  pengusung konsep green psychologist.
Intinya adalah  bagaimana si anak bermain di ruang terbuka hijau. Ketika anak sudah  mulai belajar berjalan, tidak ada salahnya mengajak bermain di halaman.  Biarkan anak itu merasakan rumput hijau di kakinya. Atau sesekali  membiarkannya bermain di lumpur, agar merasakan dinginnya lumpur.
“Banyak  orang tua kuatir bila anaknya bermain di halaman menjadi kotor. Padahal  hal tersebut  perlu untuk menjaga imunitasnya. Hal itu sekaligus  mengenalkan anak pada lingkungan hijau,” tuturnya. Ia menghimbau orang  tua tidak mengkuatirkan kondisi tersebut. Justru dengan anak bermain di  halaman, orang tua bisa mengajarkan anak cuci tangan setelah  beraktivitas, dalam hal ini bermain.
Lalu,  bagaimana dengan situasi kawasan atau rumah yang minim ruang terbuka  hijau? Yati tidak mau menyimpulkan ada dampak negatif bagi si anak bila  tidak bermain di lingkungan hijau. Tapi memang menurutnya, tempat yang  sesak dan sempit itu tidak bagus untuk perkembangan anak, terutama  emosinya.
“Kawasan  padat penduduk dan tempat bermain yang kecil, membuat emosi dan  kecerdasan anak seakan terkungkung dalam lingkungan sempit tersebut. Hal  berbeda tampak terlihat pada anak-anak yang punya ruang cukup luas  beraktivitas dan bermain di ruang terbuka hijau. Anak-anak dari kawasan  padat itu butuh tempat luas, hijau dan menyenangkan,“ paparnya.
Sempitnya  ruang hijau di sekitar anak-anak itu seharusnya bisa memberi inisiatif  orang tua tetap menghadirkan nuansa hijau pada anak. Caranya beragam,  bisa dengan membawa anak bermain ke tempat menyenangkan seperti taman  hijau yang ada rumput dan pepohonan.
Atau  kalau memang tidak ada ruang terbuka hijau di sekitar rumah, orang tua  bisa menghadirkannya itu di rumah. Yati menuturkan orang tua bisa  membuat taman hijau, pohon-pohon gantung, dan sebagainya. Ia  mengharapkan keterbatasan lahan tidak menutup harapan anak memperoleh  ruang hijau yang menyenangkan baginya.
“Sebenarnya  green psychology itu berusaha menyadarkan bahwa perbuatan manusia akan  berdampak pada lingkungannya. Dan juga kebalikannya, perubahan pada  lingkungan akan berpengaruh pada manusianya,” imbuhnya.
Sehingga  dengan tetap menghadirkan unsur hijau dalam permainan meskipun kecil,  itu bisa mengajarkan si anak pada dampak perbuatannya pada lingkungan,  dan dampak lingkungan pada dirinya. Bila itu sudah tertanam dengan baik,  maka kecintaan anak pada lingkungan akan memicu emosi dan kecerdasannya  lebih baik.
Selain  itu, ada pula perilaku-perilaku yang harus dicontohkan kepada anak.  Misalnya, kalau mencari hiburan, jangan melulu ke mal, tapi pergilah ke  tempat lainnya yang memberi pelajaran tentang lingkungan, seperti taman  hijau, pantai, dan pegunungan.
“Saya senang sekali Pemerintah Daerah DKI menghidupkan kembali taman-taman di kelurahan,” tuturnya.



 











 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar